Saturday, October 22, 2011

SMS Dari Adikku (Rindu Ibu, Ayah, dan Adikku)

Tiba-tiba saja adikku sms, “Osa. Bro krm almt email w dunk”. Bergitu persih sms yang kuterima sesaat setelah aku menyantap makan malam di kos sendirian, ditemani rasa dingin nan sejuk sehabis hujan serta musik di playlist ku-set satu lagu yang kusukai—I’m Yours. Rasa kangen spontan menyinggahi hatiku, rindu akan rumah, terutama suasana persis seperti kalau habis hujan begini. Pasti kalau di rumah, aku dan si adikku yang bandel (aku sering meledek dia dengan sebutan bandel) asik ngobrol, menceritakan kisahku yang tak seberapa ini dengan harapan bisa memotivasinya. Dari timur sampe ke barat, kembali lagi ke timur. Tidak akan pernah habis rasanya bahan obrolan kami di rumah. Maklum saja, di rumah hanya tinggal kami ber-empat, aku (sebelum kuliah jauh), adikku, ayahku, dan ibuku.

Ayah biasanya pergi istirahat lebih dulu, mungkin saja rasa pegal, capek, dan lelah mengalahkan keinginannya untuk mengobrol bersama kami (aku dan adikku) setelah seharian mengurus ladang dan ternak. Sedangkan ibu sibuk di dapur menyiapkan keperluan untuk besok paginya atau sibuk membuat canang (sarana persembahyangan) tapi biasanya kalau aku lagi pulang waktu libur kuliah pasti lebih sering dan hampir setiap saat aku dan ibuku terlibat percapakan yang seru dan tak mengenal waktu (haha, jadi homesick). Tinggallah aku dan adikku yang ngalor-ngidul ‘kata orang jawa’ ngobrol. Sejak aku kuliah di Jakarta, suasana itu semakin aku rindu, obat yang paling mujarab menghilangkan rasa rindu itu adalah menelfon ibu, bapak, dan adikku.

Tuesday, October 18, 2011

Pohon (part I)

Pohon. Saya sangat menyukai pohon. Banyak nilai yang bisa kita ambil dari sebuah pohon. Mungkin saja selama ini kita acuh dengan lingkungan sekitar, kita tidak menyadari setiap saat selalu berdampingan dengan si tuan pohon. Merasakan manfaat darinya. Kali ini saya tidak membahas peranan pohon di kehidupan kita secara ilmiah, saya kali ini lebih membahas “Filosofi dari pohon”.

Momen mengingat-ingat pohon, jadi teringat rumah saya di Lampung. Rumah yang jauh dari hiruk-pikuk kota besar, rumah yang dikelilingi pohon rindang, rumah yang masih menyediakan keteduhan tanpa asesoris pendingin ruangan. Ya, itulah rumahku. Rumah yang letakknya di desa, rumah di mana aku dibesarkan dan dididik kedua orang tuaku, rumahku tercinta.

Pernahkah Anda melihat pohon tumbuh di padang seorang diri tanpa pohon yang lain di sekitarnya? Dari sana kita akan mudah mengenali filosofi dari kehadiran pohon tersebut. Menjadi tempat singgah para burung-burung, menjadi tempat semut-semut hidup, menjadi pelindung pengembala dari sinar matahari di siang hari, menjadi penyangga air tanah, menjadi mesin penghasil oksigen yang kita hirup sehari-hari. Itu hanya peran yang bisa secara spontan kita nyatakan dari sebatang pohon saja.

Mungkin kali ini segitu saja dulu, karena besok saya quiz. Nantikan part lainnya ya... *O*. Semoga dengan merenung lagi kita bisa menggali nilai-nilai yang pohon ajarkan...

Tuesday, October 11, 2011

Di Balik Didikan Orang Tua (Nilai Kejujuran)

Akhir-akhir ini saya sering sekali mendengar kata “Kejujuran”. Lebih sering dari biasanya. Dosen di kelas pun membahasnya di sela-sela pembelajaran mata kuliah. Terutama dosen Audit Keuangan Sektor Komersial saya. Tentunya bukan tanpa maksud beliau menyampaikan ini kepasa kami (mahasiswa). Memang sekarang ini amat mahal kejujuran itu. Mudah diucapkan namun begitu sulit dilakukan. Tapi entah mengapa saya selalu yakin jika kejujuran itu bukan bermuara pada “Keajuran” namun saya lebih setuju jika kejujuran bertemu kata “Makmur”. Jujur itu makmur bukan ajur.

Kalau mau mengingat-ingat lagi kata kepala sekolah saya di SMK, beliau sering berkata kepada saya, “Sekolah untuk menghasilkan orang pintar itu banyak sekali, namun sekolah yang menghasilkan orang jujur itu tidak ada”. Memang benar adanya. Kejujuran itu pada dasarnya adalah keinginan hati bukan dari luar. Jika hatimu gundah tatkala melakukan sesuatu yang tidak jujur, maka jangan sekali lagi engkau melakukan hal yang sama dan serupa. Ikuti kata hatimu, karena hatimu tidak pernah berbohong.

Saturday, October 1, 2011

Children Learn What They Live (Dorothea Law Nolte)


“Jika anak hidup dengan kritik, dia akan belajar menghukum.”

“Jika anak hidup dengan kebencian, dia akan belajar berkelahi.”

“Jika anak hidup dengan ejekan, dia akan belajar merasa malu.”

“Jika anak hidup dengan rasa malu, dia akan belajar merasa bersalah.”

“Jika anak hidup dengan toleransi, dia akan belajar sabar.”

“Jika anak hidup dengan dorongan, dia akan mempelajari keyakinan.”

“Jika anak hidup dengan pujian, dia akan belajar memuji.”

“Jika anak hidup dengan keadilan, dia akan belajar adil.”

“Jika anak hidup dengan keamanan, dia akan belajar memiliki keyakinan.”

“Jika anak hidup dengan persetujuan, dia akan belajar menyukai diri sendiri.”

“Jika anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan, dia akan belajar menemukan cinta di dunia.”

Baca bukunya Ucok Sarimah, “Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan R.I.”  ehh di dalemnya ada quote seperti ini. Yaudah karena saya merasa agar tidak saya saja yang bisa menikmati kata-kata mutiara ini sekaligus sebagai bahan renungan kita semua, akhirnya saya posting saja di blog ini.

Semoga bermanfaat....