Wednesday, August 31, 2011

Penghujung Agustus: Menjelang Penghujung Tahun

Tidak terasa sampai akhirnya kita dipenghujung bulan Agustus. Tinggal 4 bulan lagi akan memasuki tahun 2012. Tahun yang mudah-mudahan saya dan salah seorang teman janji akan saling memberi bunga dan coklat. “Promise?” haha, masih saja aku ingat. Mudah-mudahan tidak ada halangan dan satu angkatan kita wisuda bersama.

“Jangan pacaran dulu ya Gus”, kata salah seorang kerabatku. Ada lagi yang berkata, “Gus, kalau cari istri itu sama-sama anak STAN biar incomenya gede”. Kata yang terakhir itu sih tercetus dari salah satu seniorku yang sudah penempatan di salah satu instansi bergengsi di Indonesia, Khususnya bagi anak STAN spes Akuntansi.

Tuesday, August 30, 2011

Time Is Money, Do You Agree?

Semua orang memilikinya, tanpa terkecuali. Kaya, miskin; beruntung, sial. Semua diberi sama rata. Ia tak akan mau kembali lagi. Ia akan terus berjalan sepanjang masa. Ia menjadi saksi bisu hidup kita. Tak dapat melarang dan mengatur kita. Hanya bisu menemani kita. Siapa ia? Ia adalah waktu. Ya, waktu. Bahasa inggrisnya time.

Sering kali kita mendengar kata-kata atau sekadar ucapan, “Time is money”. Benarkah ungkapan ini? Tentu saja sesuatu itu ada pengikut setianya dan pasti ada penentangnya. Mereka yang pasang badan dengan istilah ini tentu setuju. Sedangkan yang mengacuhkannya adalah mereka yang merasa terbalik kenyataan yang mereka rasakan dengan ungkapan tersebut.

Thursday, August 25, 2011

Belum Cukup

Kebiasaan yang menurut saya tidak rugi menghabiskan berjam-jam (hah, mumpung masih jadi mahasiswa) nonton film. Baru saja 2 film yang saya tonton akhir-akhir ini, saya sudah mendapat makna yang menurut saya pribadi menjadi sebuah pesan yang akan merasa dosa bagi saya jika tidak membaginya ke teman, saudara, dan semua orang yang semoga memiliki manfaat. Ada beberapa deretan kata yang masih saja saya ingat sampai sekarang, entah itu dari bacaan mana yang pernah saya baca. Begini nih kata-katanya, “I have a passion to change a world. I try my best to run it but I realize I could’t do it. Then I try to change my country but again I fail. I try to change my region but I fail and fail. Then I still think to change my environment but I fail. Then virtually I realize that if I want to change the world I must change myself”. Deretan kalimat itu masih saja bersarang dengan kokohnya di kepala saya dan kata-katanya menyesuaikan dengan versi saya lhoo, hehe.

Saya merasa perlu dan sangat perlu mengubah diri saya yang menurut saya masih jauh dari kata cukup untuk seorang lelaki beranjak menjadi pria, masih belum cukup mengenal dan memahami filosopi hidup ini dengan benar, masih belum cukup mendalami ilmu agama yang menuntun kita ke jalan Tuhan, masih belum cukup untuk mengarungi luasnya samudra kehidupan ini. Untuk itulah saya akan selalu tanggap akan hal-hal disekitar saya untuk perubahan saya ke arah yang lebih cukup.

Monday, August 22, 2011

Garam dan Masalah Hidup

Sampai detik ini kini aku sangat menikmati hidup yang telah Tuhan berikan kepadaku. Nikmat yang telah dilimpahkan, rasanya aku beruntung memiliki itu semua. Cara mensyukuri hidup memang tidaklah harus kita pergi ke Las Vegas menghabiskan malam yang tak pernah redup, ke Punkhit Thailand menikmati indahnya panorama alam, ke Hawai merasakan sensasi kualitas wisata favorit warga dunia.

Bagiku, menikmati hidup itu cukup menarik nafas yang panjang dan katakan dalam hati, “Ya Tuhan, Aku masih bisa bernafas tanpa kendala”. Mudah bukan? Hiruplah nafasmu panjang-panjang dan tahan sebentar kemudian lepaskan perlahan-lahan, rasanya damai, tenang, dan inilah salah satu nikmat yang selalu bisa kita rasakan tanpa dirasan (red: disadari).

Ada Ketulusan Ku Lihat

Luar biasa sekali pemandangan yang barusan aku lihat, hmmm bukan barusan si kalo udah ke-tag di fesbuk ini. Kejadiannya sekitar pukul 11-an siang lebih lah 22 Maret 2010. Waktu itu aku dalam perjalanan pulang dari salah satu sentra penjualan sepatu di Jakarta. Aku asik sendiri di dalam angkot karena pada waktu itu hanya aku penumpang si abang sopir angkot. Ya biasalah namanya juga Jakarta, kota yang sering di-analogikan orang-orang kebanyakan sebagai kota yang lebih kejam dari ibu tiri. Kadang aku geli juga dengarnya, kemudian timbullah banyak pertanyaan di benakku yang terbiasa dengan sebutan orang yang selalu ada pertanyaan. Hehe, pertanyaan itu, “emang Jakarta bisa mukul pantat ya?”, “pernahkah orang yang bilang Jakarta seperti ibu tiri merasakan Jakarta?, jangan-jangan Cuma omdo?” en bla bla…. masih banyak berkecamuk lah di kepalaku ini.

Kembali ke ceritaku tadi, waktu itu aku lihat seorang lekaki yang hmmmm…. kalo boleh dibilang dan agak sarkastik nihh.. lelaki itu dekil, pakaiannya compangp-camping… aduhh… aku melihatnya pun agak miris, cara ia berjalan itu lhooo… agak pincang dan lusuh, sepertinya sudah beberapa minggu tidak tersentuh air. Hmmm…. begitukah nasib si bapak itu?, dan aku pun bersyukur atas nikmat yang diberikan Ida Sang Hyang Widhi atas semua yang telah aku bisa nikmati yang mungkin orang lain tidak.. Thanks my God my Lord, I’m bellow of you forever…

Friday, August 19, 2011

Jalanku Ke STAN (Kampus Impianku)

Dua tahun yang lalu yakni bulan Juli, sehari sebelum USM STAN yaitu tanggal 20 (inget-inget lagi) Juli pagi aku bersama-sama sekitar 200-an kawan seperjuanganku memulai pertempuran menghadapi test yang menentukan masa depan kami. Hari itu pagi hari di Metro, Lampung Tengah. Deretan mobil-mobil bus patas parkir di depan tempatku bimbel. Kalau tidak salah ada sekitar 5 mobil besar yang akan memberangkatkan kami ke Jakarta (waktu usm tahun 2009 belum ada di kota Bandar Lampung). Raut wajah teman-temanku sangat berbeda-beda satu sama lainya, ada yang terlihat santai seakan perjalanan ini adalah perjalanan wisata, ada yang ekspresi wajahnya begitu tegang mungkin ini penentuan masa depannya. Dan ada yang tampak tidak berekpresi. Yah itulah kesan wajah-wajah teman-temanku sesaat sebelum keberangkatan kami ke Jakarta.

Dan toa dari bapak pembimbing bimbel pun menyala menandakan kami harus bergegas menuju mobil bus besar yang dengan arogan dan gagah siap mengantar kami, anak kampung ini, menyebrang pulau yang bernama pulau Jawa tepatnya Jakarta kota yang mungkin sebagian dari kami hanya dikenal lewat berita atau sinetron yang berlatar di kota yang dijiluki lebih kejam dari ibu tiri. Perjalanan kami ini merupakan rangkaian dari beberapa persiapan dan proses sebelum kami bisa mengikuti ujian saringan masuk STAN. Sebelumnya aku sudah pernah ke Jakarta untuk menyerahkan berkas persyaratan mengikuti USM STAN dengan rombongan yang sama juga. Entah mengapa perjalanan kali ini begitu menegangkan. Aku berusaha menguasai diriku untuk tetap tenang. Doa Ayah Ibuku sudah menyertaiku, Doa tersemat dan terlantunkan dalam hati, dan aku siap.

Wise Father

Suatu hari ada anak yang sangat pemarah dan tempramental tinggal bersama sang ayah. sang ayah melihat sifat itu pada anaknya karena acap kali marah ketika permintaannya tidak dituruti pasti barang-barang dirumah dihancurkannya. hal itupun ia lakukan ketika rasa marahnya memuncrat ke teman2nya. sang ayah tidak mendamprat atau berkata-kata kasar kepada anaknya tersebut karena sang ayah sangat bijak (tp koq beda ama anaknya??, yah namanya aja kisah nrative bikinan untuk memotivasi, heheh9x)

Kemudian sang ayah mempunyai ide, dan memberitahukan kepada anaknya yang pemarah teresbut, ketika sang anak sedang marah. sang ayah memberi seember paku dan martil kepada anaknya. si anak bingung, dan bertanya, "untuk apa paku2 dan martil itu ayah?", sang ayah menjawab dengan tanpa ekspresi kemarahan namun ekspresi mengayomi, "nak, tancapkanlah paku2 ini setiap kali kau marah ke pagar kayu di belakang rumahmu sebagai ganti kau menghancurkan perabotan rumah". pinta sang ayah. kemudian sang anak mengiyakan.