Friday, August 19, 2011

Jalanku Ke STAN (Kampus Impianku)

Dua tahun yang lalu yakni bulan Juli, sehari sebelum USM STAN yaitu tanggal 20 (inget-inget lagi) Juli pagi aku bersama-sama sekitar 200-an kawan seperjuanganku memulai pertempuran menghadapi test yang menentukan masa depan kami. Hari itu pagi hari di Metro, Lampung Tengah. Deretan mobil-mobil bus patas parkir di depan tempatku bimbel. Kalau tidak salah ada sekitar 5 mobil besar yang akan memberangkatkan kami ke Jakarta (waktu usm tahun 2009 belum ada di kota Bandar Lampung). Raut wajah teman-temanku sangat berbeda-beda satu sama lainya, ada yang terlihat santai seakan perjalanan ini adalah perjalanan wisata, ada yang ekspresi wajahnya begitu tegang mungkin ini penentuan masa depannya. Dan ada yang tampak tidak berekpresi. Yah itulah kesan wajah-wajah teman-temanku sesaat sebelum keberangkatan kami ke Jakarta.

Dan toa dari bapak pembimbing bimbel pun menyala menandakan kami harus bergegas menuju mobil bus besar yang dengan arogan dan gagah siap mengantar kami, anak kampung ini, menyebrang pulau yang bernama pulau Jawa tepatnya Jakarta kota yang mungkin sebagian dari kami hanya dikenal lewat berita atau sinetron yang berlatar di kota yang dijiluki lebih kejam dari ibu tiri. Perjalanan kami ini merupakan rangkaian dari beberapa persiapan dan proses sebelum kami bisa mengikuti ujian saringan masuk STAN. Sebelumnya aku sudah pernah ke Jakarta untuk menyerahkan berkas persyaratan mengikuti USM STAN dengan rombongan yang sama juga. Entah mengapa perjalanan kali ini begitu menegangkan. Aku berusaha menguasai diriku untuk tetap tenang. Doa Ayah Ibuku sudah menyertaiku, Doa tersemat dan terlantunkan dalam hati, dan aku siap.


Bis kami pun meluncur sekitar pukul 07.00 WIB menuju kota Bandar Lampung untuk menjemput kawan-kawan yang lain yang sudah menunggu di sana. AC mobil ini terasa begitu dingin, entah saya yang tidak terbiasa dengan yang namanya AC atau memang cuaca yang dingin waktu itu ditambah semburan AC yang seakan tidak pernah lelah meniupkan udaranya ke kami. Setibanya di Bandar Lampung sekitar pukul 08.00 WIB, kami rehat sejenak untuk menikmati snack yang disediakan, minum, atau ke belakang. Hari itu kami terlihat seperti orang yang mau demo saja lantaran kostum yang kami gunakan adalah kaos bimbel berwarna merah menyala. Mungkin maksudnya agar semangat kami juga seperti api yang menyala-nyala.

Kira-kira untuk sampai di Jakarta memakan waktu sekitar 12 jam dari kota Bandar Lampung (jauh juga ya). Setelah perjalanan yang panjang akhirnya kami tiba di penginapan untuk bermalam dan mengupulkan energi yang hilang akibat perjalanan yang melelahkan. Saya terkagum-kagum dengan lingkungan di mana mobil kami sempat berhenti karena sempat bingung si bapak sopir mencari lokasi penginapan kami. Di kiri dan kanan terlihat dari kaca mobil yang transparan bangunan ruko-ruko mewah (selama saya hidup mungkin ini ruko yang terindah dari yang saya lihat sebelumnya). Bangunan itu menurut saya lebih pas kalau disebut jejeran istana (lebay mode on, maklum dari perspektif anak kampung). Pokoknya indah sekali bagiku waktu itu. Belakangan setelah di Jakarta (Tangerang sih tepatnya) aku baru tahu kalau itu kawasan elit Bumi Serpong Damai atau sering disebut BSD saja.

Senja hari, matahari mulai dengan malu-malu permisi di ufuk barat kemerahan, angin sepoi di bawah rindangnya pepohonan ditambah pemandangan taman yang asri seolah menyihir kami dari rasa penat. Iya, sampailah kami di penginapan yang kami tuju. Penginapan kami ini di PUSPITEK, dan belakangan saya baru tahu dari seorang teman yang ayahnya bekerja di sana bahwa itu tempat istirahat para tamu, semacam wisma gitulah. Dulu saya pikir ini hotel, haha (boi boi, orang kampunglah). Saya bisa berfikir seperti itu lantaran fasilitas kamar dan segala sesuatunya layaknya hotel. Udah ah curcolnya... xixixxi

Malam semakin menampakkan gelapnya, udara di luar menjadi semakin dingin. Pukul 21.00 WIB kami makan bersama. Saya masih ingat menunya waktu itu, nasi dengan lalap-lalapan (embeeeekkkk, udah kayak kambing aja makan dedaunan), ayam bakar, sayur capcai, serta sambal dan kerupuk yang tak ketinggalan. Perut yang meronta-ronta kelaparan menyibukkan tangan saya untuk melayani sang tuan agung si ternak saya (cacing di perut) hehe, tidak berapa lama kami pun selaesi makan dan kembali bergegas ke kamar masing-masing. Satu kamar ada 3 bedroom dan dihuni oleh sekitar 6-7 orang.

Di malam hari aku bersama 2 orang rekanku satu agama yaitu Made dan Kresna sepakat sembahyang tengah malam pukul 00.00 WIB untuk memohon pencerahan dan ketenangan dalam mengerjakan soal esok hari. Si Made ini aku ingat betul postur tubuhnya yang tinggi menjulang, sekitar 180cm lebihlah, tinggi kan?? Haha, ia sosok yang baik, teduh, dan suka bercanda. Satulagi si kresana ini sosok cowok tipe para cewek lah kalau dibilang, posturnya yang sedang sekitar 170cm, kulit kuning, dan wajah yang tak kalah eyecatching, hahaha, gak peraya?? Semoga ketemu orangnya langsung. Si Made ini kelak kuliah di UNILA kalau gak salah dia sebelum USM udah dapat bangku gitu di Kampus Kebanggaan kami warga Lampung. Aku dengan si Kresna yang kami berdua lolos dan menjadi mahasiswa STAN sebelum usm kami belum mendapat bangku di PT.

Akhirnya hari yang telah kami tunggu-tunggu tiba, yaitu tanggal 21 Juli 2009 hari Minggu pagi sekitar pukul 05.00 WIB kami sudah siap di mobil untuk berangkat ke lokasi ujian. Sarapan pun tidak sempat kami lakukan, dan akhirnya kami diberi bekal satu kotak nasi untuk dimakan di mobil. Haduhh, saya ini tipe orang yang suka mabuk sedikit saja terpicu bau-bau yang tidak enak di mobil, jangankan mencium, mengingatnya saja saya bisa mual mau muntah (mabuk) tapi kali ini entah mengapa semua terasa enak-enak saja. Sarapan selasai dan kami meluncur menuju ke lokas ujian. Waktu itu dari rombogan kami mungkin ada di atas 300-an orang totalnya (lupa tak hitung kepalanya satu-satu, halah, malah ngelucu). Mendapat tempat ujian yang berbeda-beda. Tapi seingatku tidak ada yang di Gelora Bung Karno, Senayan. Ada yang lokasi ujiannya di Kampus STAN, ada yang di SMA, kebetulan saya sendiri di Universitas Budi Luhur di daerah Petukangan.

Kami dikelompokkan berdasarkan lokasi ujian kami, saya dengan kawan-kawan yang lain menuju ke Budi Luhur, sekitar pukul 08.00 WIB kami sudah sampai di lokasi ujian (untung gak telat, fiuhhh) maklum macet di mana-mana. Di sini nih kalau saya bilang mental saya sedikit down lihat para kompetitor saya. Sepintas mereka terlihat orang-orang pintar dan penuh percaya diri. Waktu itu saya mengenakan celana bahan hitam, sepatu kats hitam, dan kemeja putih kotak-kotak (kayak bapak-bapak atau guru, huuuu). Waktu itu ruagan ujian saya si lantai pertama alias bawah (kalau di luar negeri yang dimaksud lantai pertama itu kita sudah naik tangga lhoooo). Sekelas dengan beberapa kawan dari Lampung, saya ingat betul salah satu teman saya itu namanya Yudha, orangnya agak gendut, tinggi dan suka ngebanyol.  Bahkan saat di ruang ujian sempat-sempatnya godain perserta lain cewek yang kece... hahaha, gokil emang tu anak.

Perasaan saya sendiri campur aduk, sampai-sampai saya ke belakang beberapa kali. Tegang, gemetar, dan kaki serasa tidak lagi berpijak pada tanah. Kalau sudah begitu saya hanya bisa duduk, ambil nafas yang dalam, tahan, dan saya keluarkan perlahan-lahan. Hal itu saya ulangi sampai saya benar-benar tenang. Akhirnya tepat pukul 08.30 WIB serentak USM STAN dimulai di seluruh Indonesia. Kali ini saya memang sudah menguasai medan (red: lokasi) dan diri saya tentunya. Saya baca perintah soal dengan tenang  dan penuh percaya diri.

Waktu di soal hanya tertera 150menit, ini artinya satu soal harus dikerjakan dengan waktu kurang dari satu menit. Saya sudah terbiasa mengerjakan soal dengan patokan waktu 150 menit, jadi sudah terkumpul strategi-strategi saya bagaimana harus mengerjakan soal dengan efektif. Saya kerjakan soal verbal dulu karena soal-soal itu tidak memakan waktu lama. Ada sekitar 25-an soal dengan cepat bisa dikerjakan dan mendapat point yang sama tentunya (waktu USM 2009 pertama kali Bahasa Indonesia tidak diujikan, hanya TPA dan TBI).

Waktu pun berlalu serasa jarum jam memakai pelumas yang sering diiklankan di tivi, begitu cepat tiba-tiba saja sudah tersisa 30 menit lagi. Untungnya tidak semua soal harus dikerjakan, kalau sudah yakin lolos nilai mati yaitu 1/3 dari masing jumlah soal (TPA dan TBI). Dan waktu pun dinyatakan selasai oleh pengawas ujian. Saya keluar dengan perasaan kosong, hampa, dan hanya bisa berucap dalam hati “kalau saya ditakdirkan belajar di STAN maka tidak akan ada yang bisa merubahnya”. Kalimat penengan batin.

Sampai di luar ruangan sempat berkenalan dengan rekan  dari Jakarta, ia terlihat begitu percaya diri dan bertanya kepada saya, “berapa nomor soal yang kamu yakin Yan?” saya menjawab ragu. Kemudian saya tanya dia, “kamu?” dan jawabannya “optimis saja sekitar separo saya yaki”.  Waww, dalam hati saya. Percakapan pun berhenti sampai di sana, kini tibalah saatnya saya pulang ke Lampung, tanah kelahiran saya tercinta.

Pengumuman waktu itu akan dipublish di website STAN tanggal 1 September 2009, satu bulan lebih (saat-saat menggalau coy, hahaha). Mengsi waktu menunggu pengumuman itu sangat panjang dan terasa kali ini jarum jam sudah tidak memakai pelumas yang diiklankan di tivi, lama, gundah, gelisah, dan campur aduk. Setiap malam saya sempatkan diri untuk mendekatkan diri kepda Tuhan, dan berdoa, “Ya Tuhan, impianku adalah belajar di STAN, berkumpul dengan orang-orang dari seluruh penjuru tanah air dengan sejuta talenta dan kepandaian, hamba ingin bersama-sama mereka merangkai mimpi demi masa depanku, hamba sadar STAN bukanlah segalahnya ya Tuhan tetapi segalanya bermula dari STAN, hamba ingin membuat senyum yang ada di wajah Ayah ibu hamba semakin lebar ketika mendengar anak yang mereka banggakan ini masuk dan diterima di STAN, ya Tuhanku, semoga dengan masuk STAN adalah yang terbaik bagi hamba, karena hamba tahu engkau tidak memberi yang hamba minta tetapi engkau beri hamba yang terbaik.” Begitulah kurang lebih hampir tiap saat aku ucapkan dalam hati dan menyertai doa-doaku.

Hari itu sekitar pukul 19.00 WIB persis tanggal 1 September 2009, waktu yang dinanti telah tiba. Aku tak mempunyai cukup keberanian untuk melihat langsung pengumuman itu, hingga petang itu aku masih sibuk dengan hapeku ditangan yang hampir setiap teman yang ada nomornya di hapeku aku sms dan menanyakan kabar tentang pengumuman. Mereka semua bilang satu bahasa, “wah belum bisa dibuka Gus web STAN”. Mungkin hari itu begitu banyak yang mengakses laman kampus kebanggaanku itu.

Tiba-tiba saja ada panggilan masuk, ternyata dari nomor yang tertera di hape itu adalah guru pembimbing saya di bimbel. Secepat kilat saya angkat, “Hallo, selamat malam ibu”. Terdengan menyahut, “Way, kamu lulus”, sejenak saya tidak percaya dengan apa yang saya dengar barusan. Lagi-lagi kaki ini serasa jauh dari tanah, melayang, riangan, dan akhirnya air mata saya jatuh seiriang saya sujud syukur kepada Tuhan yang telah mendengar doa-doaku hampir setiap saat. Malam itu aku kebetulan lagi di rumah pamanku di Bandar Lampung, segera saja aku telfon Ayah Ibuku dan Adikku yang sangat aku sayang agar mereka segera tahu. Dan ini yang sampai saat ini aku ingat sampai sekarang, respon Ayahku itu begini, “Kamu memang akan lulus”, karena dari awal beliau memotivasi saya. Mungkin saja air mata bahagia keluar dari mata teduh mereka berdua.

Hingga saat tulisan ini saya tulis, saya memang masih sangat merasakan atmosfir USM STAN hingga sekarang, merasa diri beruntung dari puluhan ribu orang, dan bersyukur dengan keadaan yang Tuhan percayakan kepadaku... semoga sedikit tulisan ini bisa menjadi bagian teman dalam menghadapi ujian teman-teman peserta USM STAN... SAYA BISA, KENAPA ANDA TIDAK? GOOD LUCK, I WAIT FOR YOU TO STUDY AT STAN...

3 comments :

Syifa Rz said...

wah terharu ka baca yg pas doanya :( semoga aku juga jadi salah satu orang yang beruntung itu yaa, aamminn

IWAP-48 said...

Syifa, iya dek sukses ya, terima kasih sudah mampir... hehe

Unknown said...

Wah.... Nangis euy baca perjalanan kk untuk menembus USM STAN. THUMBS UP! ^_^

Post a Comment