Thursday, November 10, 2011

Pemimpin Itu Bagaikan Buah, Bambu, dan Pohon

Isu-isu kepemimpinan dewasa ini santer menyambangi rongga telinga kita. Sebuah pengharapan dan sandaran kepercayaan dialamatkan pada ia yang ditampuk pimpinan. Memimpin itu bukan hal yang mudah, diperlukan suatu penyerahan setulusnya dari dalam diri kita jika kita dipercaya mempimpin. Saya tidak percaya pemimpin yang baik itu adalah ia yang mementingkan dirinya sendiri. Seorang disebut pemimpin jika dia mau dan sanggup mengiklaskan kepentingan-kepentingannya untuk mereka yang dipimpinnya. Sepertinya kata-kata saya ini bak kecapan embun di nuansa yang kering. Yah, setidaknya saya memimpikan sebuah perubahan yang nyata. Perubahan yang diinisasi oleh para pemimpin kita. jika saja hal itu terjadi, maka kata-kata “Korupsi”, “Kemiskinan”, “Pengangguran”, dan Saudara-saudaranya hanya akan menjadi perbendaharaan kata di kamus. Hanya bisa kita temui saat sibuk membolak-balikkan kamus besar yang menyimpan rapat-rapat kosa kata tersebut.

Lantas, dari manakah kesimpulan-kesimpulan yang saya uraikan di atas? Tentunya dari adonan kue yang tersaji di meja kehidupan sehar-hari. Saya belum menemukan sosok pemimpin yang benar-benar saya idamkan. Setidaknya saya memiliki kriteria, sosok yang benar-benar menghayati posisinya. Mengapa dia memimpin, siapa yang ia pimpin, dan bagaimana sebaiknya saya berlaku? Rentetan pertanyaan-pertanyaan itu tentu mudah dijawab oleh sosok pemimpin sejati. Lihatlah kondisi negara kita sekarang ini? Pemimpin hanya diukur dengan jabatan, kekuasaan, dan uang. Tidak lebih. Dia yang sanggup mencapai jabatan tertinggi, merampas kekuasaan yang tidak semestinya, serta mengisi pundi-pundi kantong pribadi dengan rupiah selama ini diamini adalah seorang pemimpin. Itukah yang kita sebut pemimpin? Saya katakan tidak!

Kebetulan saya sudah lumayan memendam hasrat untuk mengulas tentang isu kepemimpinan. Bagi saya isu ini adalah hal yang menarik. Dan saya pun melihat suatu pembelajaran yang patut saya adopsi bukan adaptasi. Radikalkah saya langsung mengadopsi? Atau perlukah saya mengadaptasi terlebih dahulu? Ini murni subjektivitas dari saya sendiri. Mungkin saya sendiri masih berupa pentil buah. Bayi bambu atau rebung. Bibit tunas pohon. Masih perlu banyak yang saya cerna, pahami, dan perbaiki. Ingin kelak menjadi buah yang manis, buah yang mampu mengobati dahaga di saat ada yang haus di tengah hutan. Ya, walau pun saya di hutan saya akan menyiapkan diri saya layaknya saya bakal buah di pinggir jalan yang akan banyak orang membutuhkan saya.

Menjadi bambu dari rebung yang flexible memudahkan umat manusia dalam hidupnya. Bisa saja saya jadi langit-langit rumah keluarga yang tidak mampu membeli kayu dari panglong. Menjadi tiang penyangga tenda-tenda kaki lima yang menghidupi keluarga-keluarga menengah ke bawah. Membantu mereka yang kangen akan suasana nikmatnya sebakul nasi di anyaman bambu. Menjadi pohon dari bibit tunas yang kecil. Ya, setelah tadi saya memilih jadi buah, bambu, dan sekarang saya ingin menjadi pohon yang kuat dari bibit kecil. Menaungi mereka yang merasa kepanasan di tengah terik sinar mentari. Menjadi penyangga setiap bangunan rumah hampir semua rumah di dunia. Menghirup yang makhluk hidup keluarkan dan menggantinya dengang oksigen yang bersih. Menahan air yang akan liar melongsorkan tanah, menimbun perumahan. Dan tentunya menjadi penenang hati dan penyejuk bagi siapa pun akan kehadiranku.

Itu lah pandanganku akan konsep kepemimpinan. Aku tidak menginginkan ketenaran, kemaslahatan. Tapi kepuasanku adalah jika mereka yang aku pimpin merasa tenang dan nyaman. Aku pun akan terbius akan ketengan dan kenyamanan itu.  Tapi semua itu perlu proses pematangan yang baik. Perlu dukungan dari yang aku sayangi dan cintai. Karena cinta dan kasih sayang itu lah modal seseorang kuat dan mampu menghadapi derasanya ombak kehidupan di dunia fana ini.

Secara garis besar, aku ingin hidupku bermanfaat dan berguna bagi orang lain. Di saat-saat inilah aku merasa perlu menempa diri agar lebih baik dari sebelumnya. Semoga pengharapan dengan setulus hati ini di dengar oleh Tuhan, dan dimatangkan juga apa yang menjadi kebutuhan menjadi sosok pemimpin yang baik. Tuhan, Orang Tuaku, serta Saudaraku adalah semangatku....

0 comments :

Post a Comment